Seringkali agan-aganwati denger banyak peraturan, entah itu di tingkat pusat atau daerah, yang nampaknya tidak dihiraukan oleh masyarakat. Entah itu karena peraturannya aneh, atau masyarakat menganggapnya sebagai hal biasa.
Nah, dari penelusuran hukumonline.com, ada beberapa peraturan perundang-undangan, yang ketentuan larangan di dalamnya tidak terlalu efektif dalam penerapannya alias tumpul.. CEKIDOT!!
1. Larangan Merokok.
Spoiler for Aturan Larangan Merokok:
Ini
dia gan peraturan yang paling sering kita lihat masih banyak orang yg
langgar. Setiap orang berhak atas lingkungan yang bersih dan bebas dari
asap rokok. Meskipun ada peraturannya dan plang larangan merokok
terpampang jelas dimana-mana, masih banyak masyarakat yang kurang
peduli. Contohnya di angkot, stiker larangan merokok udah ditempel, nah
sopir angkotnya masih aja asik ngerokok. Orang sekitar juga cenderung
gak laporin dengan alasan “ribet”. Ujung-ujungnya penumpang di angkot
cuma negur si sopir supaya matiin rokoknya (itupun kalo penumpangnya mau
negur).
Sanksi yang melanggar aturan ini terdapat dalam Pasal 41 ayat (2) jo Pasal 13 ayat (1) Perda DKI Jakarta No. 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara yakni, setiap orang yang merokok di kawasan dilarang merokok diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
Peraturan terkait adalah Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 88 Tahun 2010.
Sanksi yang melanggar aturan ini terdapat dalam Pasal 41 ayat (2) jo Pasal 13 ayat (1) Perda DKI Jakarta No. 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara yakni, setiap orang yang merokok di kawasan dilarang merokok diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
Peraturan terkait adalah Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 88 Tahun 2010.
2. Larangan Membakar Sampah Sembarangan
Spoiler for Bakar Sampah:
Banyak
di antara kita atau orang-orang sekitar kita yang “asik” bakar sampah
tapi cenderung cuek sama dampak lingkungan yang ditimbulkan dan akibat
hukumnya. Tau gak agan kalo bakar sampah itu ada aturan khusus yang
melarangnya dan sanksinya denda sampai puluhan juta lho.
Di Bekasi contohnya, dalam Pasal 17 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 07 Tahun 2005 tentang Retribusi Pelayanan Kebersihan dikatakan:
“Dilarang membakar sampah di pekarangan atau tempat-tempat yang dapat menimbulkan bahaya kebakaran atau mengganggu tempat-tempat di sekelilingnya, kecuali di tempat pembakaran sampah yang telah disediakan dan/atau ditetapkan oleh Walikota.”
Kepada pelanggarnya diancam dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp50 juta (Pasal 20 ayat [2] Perda Bekasi 7/2005).
Di Bekasi contohnya, dalam Pasal 17 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 07 Tahun 2005 tentang Retribusi Pelayanan Kebersihan dikatakan:
“Dilarang membakar sampah di pekarangan atau tempat-tempat yang dapat menimbulkan bahaya kebakaran atau mengganggu tempat-tempat di sekelilingnya, kecuali di tempat pembakaran sampah yang telah disediakan dan/atau ditetapkan oleh Walikota.”
Kepada pelanggarnya diancam dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp50 juta (Pasal 20 ayat [2] Perda Bekasi 7/2005).
3. Larangan Berjualan Pedagang Kaki Lima
Spoiler for UU Lalu Lintas:
Undang-Undang
ini pada intinya mengatur secara umum tentang ketentuan dalam
berlalu-lintas. Nah, ada ketentuan khusus yang terkait dengan penggunaan
jalan dan trotoar yang diatur dalam UU LLAJ. Dalam UU tersebut jelas
diatur bahwa penyalahgunaan fungsi trotoar dan jalan merupakan
pelanggaran hukum.
Dalam UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) Pasal 275 ayat (1) jo pasal 28 ayat (2), Setiap orang yang mengakibatkan gangguan pada: fungsi rambu lalu lintas, Marka Jalan, Alat pemberi isyarat lalu lintas fasilitas pejalan kaki, dan alat pengaman pengguna jalan. Pelanggar aturan tersebut dikenai Denda : Rp 250.000
Sedangkan fungsi trotoar diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009, yang melarang penggunaan badan jalan dan trotoar sebagai tempat parkir dan usaha dalam bentuk apa pun.
Larangan itu juga diatur dalam Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 serta Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan. Dalam beleid itu terdapat ketentuan pidana yang sangat tegas, 18 bulan penjara atau denda Rp. 1,5 miliar bagi setiap orang yang sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan dan trotoar.
Meski peraturan tersebut jelas menyebutkan bahwa penyalahgunaan fungsi trotoar dan jalan merupakan pelanggaran hukum, masih banyak pedagang kaki lima yang berjualan di trotoar atau dijalan-jalan. Selain itu juga banyak parkir liar di badan-badan jalan yang mengganggu fungsi jalan.
Berkeliarannya pedagang kaki lima di trotoar dan maraknya parkir liar di jalan-jalan ibukota menunjukkan lemahnya penegakan hukum terkait dengan undang-undang tersebut. Artikel selengkapnya dapat di klik di ink hukumpedia.com
Dalam UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) Pasal 275 ayat (1) jo pasal 28 ayat (2), Setiap orang yang mengakibatkan gangguan pada: fungsi rambu lalu lintas, Marka Jalan, Alat pemberi isyarat lalu lintas fasilitas pejalan kaki, dan alat pengaman pengguna jalan. Pelanggar aturan tersebut dikenai Denda : Rp 250.000
Sedangkan fungsi trotoar diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009, yang melarang penggunaan badan jalan dan trotoar sebagai tempat parkir dan usaha dalam bentuk apa pun.
Larangan itu juga diatur dalam Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 serta Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan. Dalam beleid itu terdapat ketentuan pidana yang sangat tegas, 18 bulan penjara atau denda Rp. 1,5 miliar bagi setiap orang yang sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan dan trotoar.
Meski peraturan tersebut jelas menyebutkan bahwa penyalahgunaan fungsi trotoar dan jalan merupakan pelanggaran hukum, masih banyak pedagang kaki lima yang berjualan di trotoar atau dijalan-jalan. Selain itu juga banyak parkir liar di badan-badan jalan yang mengganggu fungsi jalan.
Berkeliarannya pedagang kaki lima di trotoar dan maraknya parkir liar di jalan-jalan ibukota menunjukkan lemahnya penegakan hukum terkait dengan undang-undang tersebut. Artikel selengkapnya dapat di klik di ink hukumpedia.com
4. Larangan Mengemis
Spoiler for Perda Pengemis:
Larangan
untuk mengemis atau menggelandang sebenarnya telah lama diatur dalam
Pasal 504 dan Pasal 505 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), yang
menyatakan
(1) Barang siapa mengemis di muka umum, diancam karena melakukan pengemisan dengan pidana kurungan paling lama enam minggu."
(2) Pengemisan yang dilakukan oleh tiga orang atau lebih, yang berumur di atas enam belas tahun, diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan.
Pasal 505 KUHP
(1) Barang siapa bergelandangan tanpa pencarian, diancam karena melakukan pergelandangan dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan.
(2) Pergelandangan yang dilakukan oleh tiga orang atau lebih, yang berumur di atas enam belas tahun diancam dengan pidana kurungan paling lama enam bulan
Untuk wilayah DKI Jakarta, larangan mengemis juga diatur di dalam Perda DKI Jakarta No. 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum (“Perda DKI 8/2007”). Di dalam Pasal 40 Perda DKI 8/2007 diatur mengenai larangan untuk mengemis, tetapi juga melarang orang memberi uang atau barang kepada pengemis.
Pasal 40 Perda DKI Jakarta 8/2007
Setiap orang atau badan dilarang:
a. menyuruh orang lain untuk menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil;
b. menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil;
c. membeli kepada pedagang asongan atau memberikan sejumlah uang atau barang kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil
Pelanggaran Pasal 40 huruf a Perda DKI Jakarta 8/2007diancam dengan pidana kurungan paling singkat 20 hari dan paling lama 90 hari atau denda paling sedikit Rp500 ribu dan paling banyak Rp30 juta (Pasal 61 ayat (2) Perda DKI 8/2007).
Sedangkan, untuk pelanggaran Pasal 40 huruf b dan c Perda DKI 8/2007diancam dengan pidana kurungan paling singkat 10 hari dan paling lama 60 hari atau denda paling sedikit Rp100 ribu dan paling banyak Rp20 juta (Pasal 61 ayat (1) Perda DKI 8/2007).
Selain itu, dalam upaya menanggulangi gelandangan dan pengemis, pemerintah juga telah menerbitkan PP No. 31 Tahun 1980 tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis (“PP 31/1980”). Di dalam PP 31/1980 diatur definisi gelandangan dan pengemis.
Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum (Pasal 1 angka 1 PP 31/1980).
Sedangkan, Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain (Pasal 1 angka 2 PP 31/1980). Meski demikian, PP 31/1980 tidak memuat mengenai sanksi terhadap gelandangan dan pengemis. Hal-hal yang diatur dalam PP 31/1980 di antaranya soal usaha preventif dan usaha represif yang dilakukan pemerintah dalam menanggulangi gelandangan dan pengemis.
Pengaturan lain terhadap gelandangan dan pengemis juga terdapat dalam Perkapolri No. 14 Tahun 2007 tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis (“Perkapolri 14/2007”). Perkapolri 14/2007 antara lain mengatur tentang cara preventif dan penegakan hukum dalam menangani gelandangan dan pengemis.
Jadi, mengemis dan menggelandang merupakan tindak pidana pelanggaran. Larangan mengemis atau menggelandang diatur dalam Pasal 504 dan Pasal 505 KUHP maupun di dalam Perda, seperti halnya di wilayah DKI Jakarta, yaitu dengan Perda DKI 8/2007.
Sanksi pidana secara umum untuk kegiatan menggelandang dan mengemis diatur dalam KUHP, namun Pemerintah Daerah dapat menetapkan peraturan soal larangan mengemis dan menggelandang. Untuk DKI Jakarta, sanksi pidana untuk mengemis diatur dalam Perda DKI 8/2007, bahkan orang yang memberikan uang kepada pengemis juga diancam dengan hukuman pidana.artikel lengkapnya dapat di klik di link klinikhukum
(1) Barang siapa mengemis di muka umum, diancam karena melakukan pengemisan dengan pidana kurungan paling lama enam minggu."
(2) Pengemisan yang dilakukan oleh tiga orang atau lebih, yang berumur di atas enam belas tahun, diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan.
Pasal 505 KUHP
(1) Barang siapa bergelandangan tanpa pencarian, diancam karena melakukan pergelandangan dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan.
(2) Pergelandangan yang dilakukan oleh tiga orang atau lebih, yang berumur di atas enam belas tahun diancam dengan pidana kurungan paling lama enam bulan
Untuk wilayah DKI Jakarta, larangan mengemis juga diatur di dalam Perda DKI Jakarta No. 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum (“Perda DKI 8/2007”). Di dalam Pasal 40 Perda DKI 8/2007 diatur mengenai larangan untuk mengemis, tetapi juga melarang orang memberi uang atau barang kepada pengemis.
Pasal 40 Perda DKI Jakarta 8/2007
Setiap orang atau badan dilarang:
a. menyuruh orang lain untuk menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil;
b. menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil;
c. membeli kepada pedagang asongan atau memberikan sejumlah uang atau barang kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil
Pelanggaran Pasal 40 huruf a Perda DKI Jakarta 8/2007diancam dengan pidana kurungan paling singkat 20 hari dan paling lama 90 hari atau denda paling sedikit Rp500 ribu dan paling banyak Rp30 juta (Pasal 61 ayat (2) Perda DKI 8/2007).
Sedangkan, untuk pelanggaran Pasal 40 huruf b dan c Perda DKI 8/2007diancam dengan pidana kurungan paling singkat 10 hari dan paling lama 60 hari atau denda paling sedikit Rp100 ribu dan paling banyak Rp20 juta (Pasal 61 ayat (1) Perda DKI 8/2007).
Selain itu, dalam upaya menanggulangi gelandangan dan pengemis, pemerintah juga telah menerbitkan PP No. 31 Tahun 1980 tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis (“PP 31/1980”). Di dalam PP 31/1980 diatur definisi gelandangan dan pengemis.
Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum (Pasal 1 angka 1 PP 31/1980).
Sedangkan, Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain (Pasal 1 angka 2 PP 31/1980). Meski demikian, PP 31/1980 tidak memuat mengenai sanksi terhadap gelandangan dan pengemis. Hal-hal yang diatur dalam PP 31/1980 di antaranya soal usaha preventif dan usaha represif yang dilakukan pemerintah dalam menanggulangi gelandangan dan pengemis.
Pengaturan lain terhadap gelandangan dan pengemis juga terdapat dalam Perkapolri No. 14 Tahun 2007 tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis (“Perkapolri 14/2007”). Perkapolri 14/2007 antara lain mengatur tentang cara preventif dan penegakan hukum dalam menangani gelandangan dan pengemis.
Jadi, mengemis dan menggelandang merupakan tindak pidana pelanggaran. Larangan mengemis atau menggelandang diatur dalam Pasal 504 dan Pasal 505 KUHP maupun di dalam Perda, seperti halnya di wilayah DKI Jakarta, yaitu dengan Perda DKI 8/2007.
Sanksi pidana secara umum untuk kegiatan menggelandang dan mengemis diatur dalam KUHP, namun Pemerintah Daerah dapat menetapkan peraturan soal larangan mengemis dan menggelandang. Untuk DKI Jakarta, sanksi pidana untuk mengemis diatur dalam Perda DKI 8/2007, bahkan orang yang memberikan uang kepada pengemis juga diancam dengan hukuman pidana.artikel lengkapnya dapat di klik di link klinikhukum
5. Larangan Berisik di Malam Hari
Spoiler for Larangan Berisik di Malam Hari:
Aturan
ini gak kalah penting buat agan2 yg suka nongkrong bareng temen2 sambil
main musik dan nyanyi di tempat terbuka. Karena ternyata ada risiko
hukumnya gan.
Berdasarkan Pasal 503 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ada sanksi kurungan 3 (tiga) hari dan denda Rp225,-. Khusus untuk jumlah denda, karena ada perubahan nilai tukar rupiah, maka dilipatgandakan sebanyak 1000 kali menjadi Rp225.000,-. (perubahan ini berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012)
Pasal 503 KUHP
Selain KUHP, larangan untuk membuat kegaduhan di malam hari juga diatur di beberapa peraturan daerah (perda). Salah satunya adalah Perda Kota Bandung No. 3 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan sebagaimana terakhir diubah dengan Perda No. 11 Tahun 2005.
Adapun ancaman sanksi yang dimuat dalam Perda Bandung tersebut adalah denda Rp250.000, dan/atau penahanan sementara waktu KTP atau kartu identitas kependudukan lain, dan/atau pengumuman di media massa.
Pasal 49 ayat (1) huruf s Perda Bandung 3/2005:
Berdasarkan Pasal 503 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ada sanksi kurungan 3 (tiga) hari dan denda Rp225,-. Khusus untuk jumlah denda, karena ada perubahan nilai tukar rupiah, maka dilipatgandakan sebanyak 1000 kali menjadi Rp225.000,-. (perubahan ini berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012)
Pasal 503 KUHP
Spoiler for Pasal 503 KUHP:
“Dengan
hukuman kurungan selama-lamanya tiga hari atau denda sebanyak-banyaknya
Rp. 225 barangsiapa membuat riuh atau ingar, sehingga pada malam hari
waktunya orang tidur dapat terganggu."
Selain KUHP, larangan untuk membuat kegaduhan di malam hari juga diatur di beberapa peraturan daerah (perda). Salah satunya adalah Perda Kota Bandung No. 3 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan sebagaimana terakhir diubah dengan Perda No. 11 Tahun 2005.
Adapun ancaman sanksi yang dimuat dalam Perda Bandung tersebut adalah denda Rp250.000, dan/atau penahanan sementara waktu KTP atau kartu identitas kependudukan lain, dan/atau pengumuman di media massa.
Pasal 49 ayat (1) huruf s Perda Bandung 3/2005:
Spoiler for Pasal 49 ayat (1) huruf s Perda Bandung 3/2005:
6. Ketentuan Penggunaan Pengeras Suara Masjid
Spoiler for Pengeras Suara Masjid:
Kalo
yang ini mungkin akan ada perbedaan pendapat antara agan2. Yaitu soal
ketentuan penggunaan pengeras suara di masjid atau mushola yang lazim
kita sebut Toa. Tujuan awal penggunaan Toa adalah memperluas jangkauan
penyampaian dari apa-apa yang disiarkan di masjid atau mushola. Tapi apa
daya. Ternyata gak sedikit masyarakat yg mengeluh dgn beragam alasan.
Mulai dari penggunaannya yg dianggap berlebihan sampe masalah waktu
penggunaan Toa tersebut.
Sebenarnya sdh pernah ada aturan tentang penggunaan pengeras suara ini gan. Yaitu Instruksi Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Nomor Kep/D/101/1978 tgl 17 Juli 1978.
Di dalam instruksi tersebut misalnya diatur ttg syarat2 penggunaan pengeras suara. Seperti pentingnya perawatan pengeras suara; pemilihan orang yg bersuara fasih, merdu dan enak didengar; tidak digunakan dlm waktu tidur atau istirahat (kecuali adzan).
Selain itu jg perlu diperhatikan pemasangan dua jenis pengeras suara. Yg satu corong yg ke luar. Yg satu lg utk pengeras suara di dalam.
Adapun hal2 yg mesti dihindari dalam penggunaan pengeras suara adalah: mengetuk2 pengeras suara; menggunakan kata ‘percobaan-percobaan’, ‘satu-dua’ dstnya; berbatuk; membiarkan digunakan anak2 utk bercerita macam2; dan menggunakan pengeras suara utk memanggil2 nama seorang atau mengajak bangun (di luar panggilan adzan).
Sebenarnya sdh pernah ada aturan tentang penggunaan pengeras suara ini gan. Yaitu Instruksi Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Nomor Kep/D/101/1978 tgl 17 Juli 1978.
Di dalam instruksi tersebut misalnya diatur ttg syarat2 penggunaan pengeras suara. Seperti pentingnya perawatan pengeras suara; pemilihan orang yg bersuara fasih, merdu dan enak didengar; tidak digunakan dlm waktu tidur atau istirahat (kecuali adzan).
Selain itu jg perlu diperhatikan pemasangan dua jenis pengeras suara. Yg satu corong yg ke luar. Yg satu lg utk pengeras suara di dalam.
Adapun hal2 yg mesti dihindari dalam penggunaan pengeras suara adalah: mengetuk2 pengeras suara; menggunakan kata ‘percobaan-percobaan’, ‘satu-dua’ dstnya; berbatuk; membiarkan digunakan anak2 utk bercerita macam2; dan menggunakan pengeras suara utk memanggil2 nama seorang atau mengajak bangun (di luar panggilan adzan).
7. Polisi Tidur
Spoiler for Polisi Tidur:
Ketentuan
soal pembuatan polisi tidur bisa dilihat di Peraturan Daerah Provinsi
DKI Jakarta Nomor 12 Tahun 2003 Peraturan tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, Kereta Api, Sungai Dan Danau Serta Penyeberangan Di
Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Nah, yang cukup menarik dari peraturan ini adalah adanya larangan untuk membuat polisi tidur sembarangan. Kita sendiri sering ngeliat polisi tidur yang jaraknya pendek-pendek di sekitar perumahan kan?
Peraturan ini, khususnya di Pasal 53, menyebutkan “setiap orang tanpa izin dari Kepala Dinas Perhubungan dilarang membuat atau memasang tanggul pengaman jalan dan pita penggaduh (speed trap).”
Jadi sebenarnya sudah cukup jelas, kalau tidak sembarangan orang bisa membuat tanggul pengaman jalan atau polisi tidur. Hanya orang yang diberi izin oleh Kepala Dinas Perhubungan saja yang dapat membuat atau memasangnya. Kalau ketentuan ini dilanggar, ada pidana dendanya loh gan. Lumayan gede juga, sebesar Rp 5 juta rupiah (Pasal 105).
Nah, larangan serupa juga bisa dilihat dari Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, khususnya Pasal 3. Pasal ini menyatakan, kecuali dengan izin Gubernur atau pejabat yang ditunjuk, setiap orang atau badan dilarang: … membuat atau memasang tanggul jalan.
Tapi pada kenyataannya, agan pasti sering ngeliat polisi tidur dibangun di jalanan tertentu, dengan alasan banyak anak kecil atau pejalan kaki lalu lalang. Kalau agan pernah tau ada yang didenda karena ini, bisa di-share di sini gan.
Nah, yang cukup menarik dari peraturan ini adalah adanya larangan untuk membuat polisi tidur sembarangan. Kita sendiri sering ngeliat polisi tidur yang jaraknya pendek-pendek di sekitar perumahan kan?
Peraturan ini, khususnya di Pasal 53, menyebutkan “setiap orang tanpa izin dari Kepala Dinas Perhubungan dilarang membuat atau memasang tanggul pengaman jalan dan pita penggaduh (speed trap).”
Jadi sebenarnya sudah cukup jelas, kalau tidak sembarangan orang bisa membuat tanggul pengaman jalan atau polisi tidur. Hanya orang yang diberi izin oleh Kepala Dinas Perhubungan saja yang dapat membuat atau memasangnya. Kalau ketentuan ini dilanggar, ada pidana dendanya loh gan. Lumayan gede juga, sebesar Rp 5 juta rupiah (Pasal 105).
Nah, larangan serupa juga bisa dilihat dari Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, khususnya Pasal 3. Pasal ini menyatakan, kecuali dengan izin Gubernur atau pejabat yang ditunjuk, setiap orang atau badan dilarang: … membuat atau memasang tanggul jalan.
Tapi pada kenyataannya, agan pasti sering ngeliat polisi tidur dibangun di jalanan tertentu, dengan alasan banyak anak kecil atau pejalan kaki lalu lalang. Kalau agan pernah tau ada yang didenda karena ini, bisa di-share di sini gan.
8. Larangan Rumah jadi Tempat Usaha
Spoiler for Larangan Rumah Jadi Tempat Usaha:
Gubernur
Jakarta pernah menerbitkan Keputusan No. 203 Tahun 1977 tentang
Ketentuan Pelaksanaan Larangan Penggunaan Rumah Tempat Tinggal untuk
Kantor atau Tempat Usaha. Nah, ini sebenarnya terkait dengan rumah yang
dijadikan sebagai tempat usaha.
Agan pasti sering ngeliat kan rumah yang dijadikan kantor. Entah itu yang dijadikan warung atau bahkan jadi pabrik kecil-kecilan. Padahal sebenarnya, Keputusan Gubernur ini membatasi penggunaan rumah, khususnya sebagai tempat hunian.
Keputusan Gubernur ini mengatur bahwa penggunaan utama yang ditetapkan dalam perpetakan/penggunaan perumahan adalah tempat tinggal/hunian. Lebih lanjutnya, Keputusan Gubernur membatasi penggunaan lain yang diperkenankan dalam perumahan, yaitu
a. Praktek keahlian perorangan yang tidak merupakan badan usaha/usaha gabungan beberapa orang ahli (dokter, bidan, pengacara/notaris/akuntan, salon kecantikan, boutique, binatu, apotik, kursus-kursus, dll);
b. Usaha pelayanan lingkungan yang kegiatannya langsung melayani kebutuhan lingkungan yang bersangkutan dan tidak mengganggu/merusak keserasian lingkungan;
c. Kegiatan sosial yang tidak mengganggu/merusak keserasian lingkungan.
Nah, kalau agan pernah tahu ada pemilik rumah yang pernah diberikan sanksi karena melanggar ketentuan ini, boleh di-share di mari gan!!
Agan pasti sering ngeliat kan rumah yang dijadikan kantor. Entah itu yang dijadikan warung atau bahkan jadi pabrik kecil-kecilan. Padahal sebenarnya, Keputusan Gubernur ini membatasi penggunaan rumah, khususnya sebagai tempat hunian.
Keputusan Gubernur ini mengatur bahwa penggunaan utama yang ditetapkan dalam perpetakan/penggunaan perumahan adalah tempat tinggal/hunian. Lebih lanjutnya, Keputusan Gubernur membatasi penggunaan lain yang diperkenankan dalam perumahan, yaitu
a. Praktek keahlian perorangan yang tidak merupakan badan usaha/usaha gabungan beberapa orang ahli (dokter, bidan, pengacara/notaris/akuntan, salon kecantikan, boutique, binatu, apotik, kursus-kursus, dll);
b. Usaha pelayanan lingkungan yang kegiatannya langsung melayani kebutuhan lingkungan yang bersangkutan dan tidak mengganggu/merusak keserasian lingkungan;
c. Kegiatan sosial yang tidak mengganggu/merusak keserasian lingkungan.
Nah, kalau agan pernah tahu ada pemilik rumah yang pernah diberikan sanksi karena melanggar ketentuan ini, boleh di-share di mari gan!!
Nah, siapa tau agan-aganwati sekalian pernah mengalami langsung akibat dari penerapan peraturan-peraturan di atas, boleh di-shari di mari. Atau agan-aganwati tau peraturan-peraturan yang mirip di daerah-daerah lain. <embernya gan
sangat bermanfaat gan....
ReplyDelete